Adat manortor menurut pandangan islam dan masyarakat

KARYA ILMIAH ADAT MANORTOR/TORTOR DALAM PANDANGAN ISLAM DAN MASYARAKAT TUGAS METODOLOGI SILAM DESEN PEMBIMBING Drs.MULYADI.MA DISUSUN OLEH SOLEMAN JUHDI DALIMUNTHE UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYRIF KASIM RIAU FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL MANAJEMEN 2018/2019 Pendahuluan  Tari atau Tor-tor di daerah Tapanuli Selatan digunakan dalam acara-acara tertentu misalnya pesta perkawinan, acara penyambutan tamu-tamu terhormat, memasuki rumah baru, atau kelahiran anak (aqiqah). Tor-tor adalah tarian yang gerakannya seirama dengan iringan musik, yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, dan ogung. Tor-tor biasanya dihadirkan pada saat pesta besar yang biasa disebut dengan horja godang. Sebelum horja godang dilaksanakan, tempat dan lokasi pesta dibersihkan lebih dulu, supaya pelaksanaan horja godang tersebut jauh dari marabahaya. Tor-tor digunakan pada upacara adat perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan, tetapi tidak semua perkawinan yang ada di daerah Tapanuli Selatan menggunakan tor-tor. Tor-tor hanya digunakan pada perkawinan yang besar yang disebut dengan horja godang, dan pada saat itulah margondang dilaksanakan. Margondang adalah sebutan untuk pesta atau pelaksanaan horja godang. Horja godang dan margondang adalah perangkat adat Tapanuli Selatan yang tidak bisa dipisahkan. Jika tidak ada horja godang maka margondang pun tidak akan dilaksanakan. Horja godang dilaksanakan selama satu hari satu malam, tiga hari tiga malam, atau tujuh hari tujuh malam. Saat ini, masyarakat lebih sering melaksanakannya selama satu hari satu malam atau tiga hari tiga malam. Setiap pelaksanaan upacara adat, ada manortor (menari), tetapi dalam manortor tidak terdapat panortor (penari) khusus, dengan demikian adat pada hakekatnya menghendaki agar semua orang yang berhak melakukan tor-tor dalam upacara adat dapat manortor. Dalam upacara adat perkawinan yang disebut horja haroan boru (pesta kedatangan pengantin yang dilaksanakan di tempat laki-laki) manortor boleh ditarikan setelah selesai maralok-alok (penyampaian pidato adat dalam suatu upacara adat). Manortor dalam suatu adat perkawinan tidak boleh dilakukan berpasangan laki-laki dan perempuan, kecuali ketika  tor-tor naposo nauli bulung (tor-tor muda-mudi) dengan ketentuan muda-mudi yang manortor tidak boleh satu marga. Tor-tor pada upacara adat perkawinan Tapanuli Selatan diberi nama sesuai dengan status adat yang di gunakan pada saat upacara perkawinan tersebut. Oleh karena itu tor-tor dalam upacara perkawinan dikategorikan sebagai berikut: Tor-tor Suhut Bolon Tor-tor Kahanggi Tor-tor Anak Boru Tor-tor Raja-raja Torbing Balok Tor-tor Panusunan Bulung Tor-tor Naposo Nauli Bulung Tor-tor Manora Pule ( pengantin) Seluruh tor-tor tersebut di atas, ditarikan pada hari pertama, kedua dan ketiga. Setiap tor-tor di atas selalu dimulai dari pihak laki-laki sampai selesai, kemudian dilanjutkan oleh pihak perempuan dan begitu seterusnya. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk menjelaskan tor-tor sebagai sebuah bentuk tari pada upacara perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan. Perumusan Masalah Bagaimanakah bentuk penyajian tor-tor pada upacara adat perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan? Bagaimanakah tata aturan dalam penyajian tor-tor pada upacara adat perkawinan masyarrrakat Tapanuli Selatan?  Landasan Teoritis Dan Kerangka Konseptual  1. Pengertian Tor-tor  Masyarakat Tapanuli Selatan, menyebut tari adalah tor-tor. Menurut Tambunan (1977: 170), secara leksikal kata tor-tor berarti gerakan. Pengertian ini diambil dari kata kerja manortor (menari). Tor-tor merupakan kebudayaan yang cukup lama tanpa diketahui siapa penggagasnya. Tor-tor memiliki keunikan dan ciri khas yang menempatkan tor-tor sebagai bagian dalam acara-acara adat. Tor-tor adalah tarian yang gerakannya seirama dengan iringan musik yang dimainkan oleh alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, dan ogung. Bagi etnis Tapanuli Selatan, tor-tor bukan hanya gerak yang indah semata, tetapi harus berlandaskan falsafah kehidupan dan ritual serta merupakan bagian dari ritual adat yang digerakkan secara simbolis. Tor-tor berarti gerakan tubuh yang teratur, terlatih dan menjadi yang diakui dan didukung serta memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelakunya dan penonton. 2. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 pengertian perkawianan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga). Menurut D.J Gultom (1992:53): “perkawianan adalah satu tambah satu tetap satu”, yaitu dua insan manusia yang menjadi satu pada arti sebenarnnya dari hakekat kehidupan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa perkawinan pada masyarakat Batak terutama Batak Mandailing adalah sakral, bukan sekedar membentuk rumah tangga dan keluarga. Batak Mandailing memandang perkawinan itu adalah suci, sebab laki-laki dan perempuan menjadi satu, sehingga para pemberi nasehat kepada pengantin pada upacara perkawinan masyarakat Batak Mandailing mengatakan, bahwa satu tambah satu adalah satu. 3. Pengertian Upacara Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2001: 1250 ) upacara adalah mengandung pengertian peralatan menurut adat, rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan yang tertentu menurut adat atau agama. Sedangkan menurut pendapat Koenjaraningrat (1991:19) bahwa: “ upacara merupakan bagian perilaku manusia yang hanya diadakan sehubungan dengan suatu peristiwa penting saja. Tari mengambil bagian khusus di antara deretan dan sarana yang berlaku dalam pelaksanaannya” Berdasarkan pendapat di atas dapat, upacara adalah rangkaian tindakan yang terikat kepada aturan tertentu dan mempunyai kaitan dengan peristiwa yang harus dijalankan oleh masyarakat dimana tari (tor-tor) diberlakukan dalam pelaksanaannya. 4. Pengertian Fungsi Tari Fungsi adalah kegunanaan atau tujuan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang dituliskan oleh W. J. S Poerwardarmita (1976:22) fungsi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Soedarsono (1976: 6) mengatakan bahwa fungsi tari itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Tari upacara, yaitu tari yang berfungsi sebagai sarana upacara agama dan adat Tari pergaulan (tari gembira) , yaitu tari yang berfungsi sebagai sarana  untuk mengungkapkan rasa gembira atau untuk pergaulan dan biasanya antara pria dan wanita. Tari pertujukan, yaitu tari yang garapannya khusus untuk dapat dipertunjukkan  yang nantinya setelah pertunjukkan selesai diharapkan untuk memproleh tanggapan dari penonton. Berdasarkan pengertian fungsi tari di atas dapat disimpulakan bahwa tor-tor pada upacara adat perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan berfungsi sebagai tari upacara untuk mencapai tujuan tertentu.  5. Pengertian Bentuk Penyajian Tari  Dalam kamus Bahasa Indonesia (2005: 135) “ pengertian bentuk adalah wujud dan susunan yang ditampilkan”. Pengertian penyajian berasal dari kata dasar “saji” yaitu mempersembahkan, sedangkan penyajian sendiri mengandung pengerian proses, cara dan perbuatan dalam penyajian segala sesuatu yang telah tersedia untuk dinikmati. Dari pengertian di atas maka yang dimaksud dengan bentuk penyajian dalam penelitian ini adalah susunan cara menyajikan tor-tor pada upacara adat perkawinan masyarakat Tapanuli Selatan. Kerangka Konseptual  Kerangka konsep dari kajian tentang tor-tor pada upacara adat perkawinan amasyarakat Tapanuli Selatan adalah ulasan menyeluruh terhadap tor-tor tersebut yang menjadi sarana upacara perkawinan horja godang. dikaji dari berbagai sudut seperti bentuk penyajian, dan tata aturan pelaksanaannya. Manortor/tortor dalam pandangan islam Kalau Islam membolehkan seni, bagaimana pula dengan seni tari yang merupakan bagian dari seni itu sendiri? Tari adalah merupakan gerakan-gerakan tubuh mengiringi lagu sehingga menciptakan suatu keindahan bila dipandang. Seetiap daerah diseluruh pelosok dunia ini mempunyai seni tari tersendiri. Kita lihat di Mesir yang paling terpopuler adalah tari perut bahkan dari anak anak sampai orang tua menikmati tari ini. Kalau didaerah kita Medan khususnya suku Batak mempunyai tari khas yaitu tari tor-tor. Tari tor-tor ini biasanya diadakan untuk menyambut suatu acara siriaon (suka ria) adat, peresmian, pernikahan dan acara-acara resmi.   Tari to-tor adalah tarian yang gerakannya se-irama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dll. Menurut sejarahnya tari tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol dari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menari akan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.   Jenis tari tor-tor pun berbeda-beda, ada yang dinamakan tortor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut. Ada juga tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).   Kemudian tor-tor Tunggal Panaluan merupakan suatu budaya ritual. Biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tanggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah.   Dalam perkembangannya tarian tor-tor ada dalam berbagai acara adat Batak, maknanya disesuaikan dengan tema acara adat yang sedang dilakukan. Dan untuk lebih memeriahkan tari tor-tor, sebagian audiensi memberikan "saweran" kepada penari tor-tor yang diselipkan di tangan penari tor-tor dan sang pemberi saweran melakukannya sambil menari tor-tor juga.   Setelah melihat kepada sejarah tor-tor kita dapati bahwa pada awalnya tor-tor merupakkan suatu upacara adat yang bernilai relegius. Bagaimanakah pandangan Islam terhadap tari ini? Dari sejarah diatas tari tor-tor tidak terlepas dari unsur kesyirikan, dimana ada upacara untuk memanggil roh, kebiasaannya dilakukan oleh para wanita dimana Islam melarang wanita untuk menampakkan auratnya dan juga adanya ikhtilat antara kaum wanita dan lelaki.   Akan tetapi bagaimanakah jika tari tor-tor terlepas dari semua itu? Jika dilakukan oleh kaum lelaki tanpa adanya pemanggilan roh dan tidak adanya ikhtilat? Sebelum kita membahas hal itu kita harus mengetahui hukum tarian terlebih dahulu. Tarian masuk kedalam kaedah dasar fikih "Dasar dari segala sesuatu adalah boleh". Berdasarkan firman Allah Swt. "Katakanlah siapakah yang mengharamkan pemberian Allah yang telah diberikannya kepada hamba-hambanya dan rezeki yang baik-baik”. Karena tidak ada dalil yang sohih ataupun sorih mengharamkan tarian. Maka hukum tarian tetap pada asalnya yaitu boleh.   Didalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni dan Abi Tsa'labah Rasulullah Saw. Bersabda "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan segala yang wajib jangan melanggarnya, menetapkan batas-batas hokum jangan melampauinya dan diam dari sesuatu sebagai rahmat bagi kamu bukan karena lupa jangan cari tentangnya". Menurut mafhum dilalah hadis ini menunjukkan segala sesuatu yang tidak ada nas al-quran ataupun hadis menunjukkan larangannya maka boleh dilakukan. Adapun hadis yang sorih menjelaskan kebolehan menari sebagaimana diriwayatkan oleh ummul mukminin Aisyah r.ha. "Pada suatu hari Rasulullah berdiri didepan pintu kamar Aisyah melihat orang habsyi sedang menabuh rebana dan menari dalam masjid. Sambil memperlihatkan permainan itu pada Aisyah Rasulullah Saw. menyelimuti Aisyah dengan selendangnya”.(HR. Buhari) Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nasa'i dan Imam Ahmad dengan lafaz yang berbeda.   Yang dimaksud dengan tarian disini adalah tari yang menggunakan alat perang sebagaimana disyarahkan oleh Imam Nawawi didalam kitabnya fathul Bari. Hadis ini menunjukkan dengan kelas kepada kita secara mantuq dan mafhumnya kebolehan tari-tarian. Akan tetapi penulis disini tidak memutlakkan bahwa semua tarian itu adalah halal sehingga membawa kepada kefasadan yang lebih besar. Akan tetapi ada beberapa syarat dan batasan-batasan yang dijaga sebagaimana kata Dr. Yusuf Qoradhawi didalam bukunya Fatawa mu'ashiroh.   Pertama : Tidak bertentangan dengan adab Islam dan ajarannya. Tarian yang menamppakkan aurat, yang membawa kepada kelalaian, adanya ikhtilat jelas keharamannya. Karena bertentangan dengan perintah Allah Swt. Kedua : memperhatikan bentuk tariannya. Tarian yang membangkitkan syahwat juga dilarang dalam Islam. Ketiga : Tidak boleh mengiringinya dengan sesuatu yang haram. Seperti meminum khamar, memperlihatkan aurat, memanggil jin dll. Apabila sudah dicampur dengan sesuatu yang haram maka tarian itupun jadi haram. Keempat : Tidak melampaui batas dan berlebih-lebihan. Segala yang melampaui batas dan berlebih-lebihan dilarang didalam Islam. Kelima : berkenaan dengan yang melihat dan mendengarkan. Setiap orang yang melihat tarian ataupun mendengarkan lagu-lagu sehingga membangkitkan syahwatnya, menimbulkan fitnah dan menghilangkan akal sehat wajib dijauhinya.   Kita kembali kepada pembahasan tari tor-tor. Apakah tari tor-tor mengandung unsur yang lima tersebut? Apabila jawabannya tidak maka tari tor-tor sah-sah saja atau halal bagi yang menari ataupun yang melihat. Akan tetapi bila masuk kesalah satu poin tersebut maka jelaslah bahwa tari tor-tor itu haram.   Nah Untuk Tari Reog...silahkan diartikan sendiri....kalo menurut saya pribadi asal tidak ada salah satu unsur dari 5 diatas...knp tidak? Dasar Hukumnya [1] Hadis Riwayat Abu Daud, didalam takhrij hadis ini dikatakan bahwa Imam Abu Daud sendiri yang meriwayatkannya, akan tetapi makna yang senada dengan hadis ini banya didapati sebagaimana dalam sahih Bukhari dengan lafaznya "Tiadalah Allah mengizinkan bagi sesuatu tiadalah Allah mengizinkan bagi Nabi untuk melagukan al-quran" Sufyan ats Sauri berkata tafsirnya adalah melagukan al-Quran. [2] Dr. Abdul Aziz Muhammad Azam, al-Qawaid al-Fiqhiyah, 109, Dar al-Hadis [3] Hadis Riwayat Bukhari, 435 bab ashabul hirab fil masjid, Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nasa'i dan Imam Ahmad dengan matan yang berbeda. A.  Kesimpulan Di provinsi Sumatera Utara banyak sekali suku batak yang mendiaminya seperti Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Karo, Batak Angkola dan lain – lain. Penulis mengambil contoh Batak Mandailing. Batak Mandailing mendiami wilayah Induk Angkola dan Sipirok, Batang Toru, Batang Gogar, Sibolga, Padang Lawas, Barumun, Mandailing, Pakantan, Labuhan Batu, Sidempuan, Gunung Tua, Batang Natal dan lain – lain. Ada beberapa nilai inti budaya batak seperti kekerabatan, religi, hagabeon, hamoraan,konflik, uhum dan ugari, dan lain – lain. Islam dan budaya sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Apabila seseorang menjalankan salah satu adat maka adat tersebut memiliki keterkaitan dengan budaya. Menurut penulis, dalam menentukan hukum terhadap adat atupun budaya harus dilihat dari sisi agama islam apakah ada yang bertentangan dengan islam itu sendiri.Apabila tidak ada yang bertentangan dengan islam maka itu sah sah saja. B.  Saran Penulis menyadari bahwa didalam karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari Dosen Pengajar dan para pembaca agar untuk berikutnya karya ilmiah ini bisa lebih baik lagi.

Komentar